Senin, 14 Juni 2010

Observatorium Bosscha; Teropong Bintang Tertua di Indonesia



Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda. Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium di Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda. Dan di dalam rapat itulah, Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan tanah di perkebunan teh Malabar, bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini.

Pembangunan observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1928. Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi dengan normal kembali.

Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.

Observatorium Bosscha yang terletak di daerah Lembang, Bandung, merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Pembangunan observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1928

Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi dengan normal kembali.

Arsitektur bangunan observatorium bosscha cukup unik seperti kubah yang merupakan hasil rancangan arsitek Belanda , Schoemaker .
Salah satu ragam arsitektur jenis bangunannya “Art Deco” .
Garis-garis linier, polos dan streamlined. (Dhita Seftiawan)

Tangkuban Perahu; Gunung yang Indah dan Melegenda


Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung berapi yang terdapat di Jawa Barat. Gunung ini disebut Tangkuban Perahu karena bentuknya mirip dengan perahu yang terbalik. Gunung yang memiliki ketinggian kurang lebih 2.084 meter di atas permukaan laut ini mempunyai berbagai macam kawasan hutan, yaitu hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous.
Berbicara tentang Gunung Tangkuban Perahu tentu tidak lepas dengan kisah legenda mengenainya, yaitu Legenda Sangkuriang mengenai asal muasal gunung ini terjadi.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan betina bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Banyak para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permitaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang yang tidak lain adalah suminya sendiri. Kemudian, dari perkawinannya dengan Si Tumang, Dayang Sumbi dikaruniai anak lelaki yang bernama Sangkuriang.
Singkat cerita, Sangkuriang kemudian membunuh Si Tumang dan hati anjing itu kemudian diberikan kepada ibunya untuk dimakan. Alhasil ibunya marah.
Setelah beberapa tahun kemudian, Sangkurian yang diusir oleh ibunya kembali bertemu dengan ibunya (tapi kali ini Sangkuriang malah jatuh hati). Namun, karena Dayang Sumbi tahu bahwa yang mencintainya itu tak lain adalah anaknya, dia berusaha menolak cinta Sangkuriang. Kemudian Sangkuriang marah dan menendang Perahu yang dia buat sebagai syarat dari Dayang Sumbi bila ingin menikahinya. Singkat kata, perahu tersebutlah yang konon sakarang menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sekarang, Gunung Tangkuban Perahu dengan puncaknya datar dan memanjang mirip dengan perahu yang terbalik, jarang terdapat pada gunung-gunung berapi pada umumnya. Selain bentuknya yang unik, gunung ini juga tampak asri karena di lereng gunung tersebut terhampar kebun teh yang sangat luas. Dari puncak gunung ini, pengunjung dapat menikmati indahnya pemandangan alam dan kesejukan udara sambil melihat suasana Kota Bandung dari ketinggian. (Dhita Seftiawan)

Kawah Putih; Menyimpan Misteri dan Eksotik


Gunung Patuha, berada kurang lebih 2300 meter diatas permukaan laut, sebelah selatan kota Bandung, menyimpan suatu misteri di masa lampau. Masyarakat menganggap Gunung Patuha merupakan kawasan yang angker, mereka menganggap puncak Gunung Patuha dahulu merupakan tempat pertemuan para leluhur Bandung Selatan. Tetapi, misteri yang sudah menjadi turun–temurun itu mulai punah setelah terungkap oleh seorang ilmuwan Belanda peranakan Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghun, yang juga seorang pengusaha perkebunan Belanda yang mencintai kelestarian alam pada tahun 1837. Kondisi lembah Gunung Patuha pada waktu itu masih berupa hutan lebat, dipenuhi pohon-pohon kayu jenis lokal, seperti rasamala, saninten, huru, samida, dan lain sebagainya.

Karena rasa penasaran dan ketidakpercayaannya, Junghun terus menembus lebatnya hutan Gunung Patuha. Dan akhirnya dia menemukan suatu danau kawah yang terlihat sangat eksotik, dan sangat indah. Meski sudah ditemukan pada 1837, tapi kawasan ini baru menjadi objek wisata pada 1987 setelah dikembangkan oleh PT Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten.
Kawah putih terjadi akibat letusan Gunung Patuha yang terjadi sekitar abad ke 10 s/d abad ke 12. Selain kawah putih juga terdapat kawah lain yang dikenal dengan nama Kawah Saat.

Disana terdapat kios–kios yang menjual aneka cinderamata yang bisa dijadikan sebagai oleh–oleh. Selain itu, juga banyak pedagang yang menjual buah khas Ciwidey, yaitu Strawberry.

Sangat disayangkan bila anda berwisata ke Ciwidey tidak singgah ke Kawah Putih, anda akan melewatkan tempat yang memberikan nuansa alam yang sangat menakjubkan. Terutama pada hari libur, disana anda akan melihat banyaknya orang yang berkunjung ke kawasan wisata ini untuk menikmati betapa indahnya lukisan yang pencipta. Keindahan yang ditampakkan akan membuat anda terus mengingatnya hingga beberapa waktu.

Wisata Kawah Putih yang terletak kurang lebih 46 km dari kota Bandung bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Bila anda menggunakan kendaraan umum anda tidak perlu khawatir, disana terdapat angkutan yang akan mengantar anda sampai ke area wisata Kawah Putih. Atau anda juga bisa berkonvoi dengan menggunakan sepeda motor bersama teman – teman anda. (Dhita Seftiawan)

Jalan Braga; Romantisme Sejarah di Jantung Kota

Jalan Braga di Kota Bandung memiliki sejarah panjang dan sangat dikenal. Jalan ini terletak persis di jantung kota dan berhimpitan dengan Jalan Asia Afrika yang dikenal dengan Gedung Merdeka.
Konon jalan sepanjang lebih kurang 700 meter ini dibuat ada kaitannya dengan pembuatan jalan Anyer-Panarukan oleh Daendels Tahun 1808-1811.Selain itu, juga terkait dengan praktik politik Tanam Paksa yang diberlakukan Belanda dari tahun 1830-1870.
Perkembangan jalan ini tak terlepas dari keberadaan sebuah toko kelontong bernama de vries. Toko ini selalu dikunjungi petani Priangan yang kaya raya (Preanger Planters). Para preanger planters tersebut membeli kebutuhan hidup sehari-hari di toko de vries.
Walaupun Jalan Braga sempat berganti-ganti nama, yang pasti Jalan Braga kemudian menjadi sebagai sentra perdagangan dan jasa yang diperuntukkan bagi kaum Belanda. Di Jalan Braga inilah sinyo dan nonik Belanda berbelanja dan rendezvous.
Tidak hanya itu, denyut nadi perekonomian hingga sekarang masih terasa di Jalan Braga. Ada toko kue, bank, restoran, toko pakaian hingga perkantoran. Walaupun denyut nadi Jalan Braga jauh berbeda dibandingkan di era jayanya dulu. Dan salah satu yang menarik adalah fenomena di ujung utara Jalan Braga. Selepas perempatan Jalan Braga-Suniaraja, detak kawasan ini semakin kencang mulai malam hingga dini. Kehadiran rumah karaoke, kelab malam serta tempat billiard memang membuat kawa-san ini lebih hidup dibandingkan bagian lain di Jalan Braga. (Dhita Seftiawan)



Goa Pawon; Wisata Sejarah Manusia dan Olah Raga Ekstrim


Bandung yang letak geografisnya dikelilingi oleh cekungan dan gunung, memiliki beberapa dataran tinggi. Selain dataran tinggi Lembang yang berada di sebelah utara Kota Bandung, di sebelah barat, Bundung juga memiliki Padalarang. Bila daerah lembang terkenal oleh cuacanya yang sejuk, kebun teh yang luas, dan gunung Tangkuban Perahu, maka Padalarang memiliki beberapa gunung kapur yang diantaranya menyimpan goa yang bersejarah.
Para peneliti dari Indonesia yang sudah melakukan penelitian sejak ratusan tahun lalu menduga bahwa Dataran Tinggi Bandung pernah dijadikan hunian manusia sejak zaman prasejarah. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya berbagai peralatan dari batu seperti anak panah, pisau dan kapak yang terbuat dari batu obsidian dan artefak lainnya yang tersebar di beberapa tempat.
Usaha menemukan jejak manusia purba di Dataran Tinggi Bandung akhirnya menjadi kenyataan ketika pertengahan Juli lalu, para arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung yang menindaklanjuti penelitian sekelompok geolog muda yang tergabung dalam Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), menemukan fosil manusia purba di daerah yang disebut Goa Pawon.
Sekretaris Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Soeroso MP mengatakan, usulan agar Gua Pawon menjadi warisan dunia telah dilayangkan sejak 2009.Dengan ditetapkannya situs Gua Pawon sebagai warisan dunia, pemerintah berharap kepedulian dan pelestariannya tidak hanya datang dari masyarakat Indonesia, melainkan juga dari seluruh dunia.
Selain itu, karena Goa Pawon terletak disekitaran gunung kapur yang memang menjadi ciri bagi daerah Padalarang, Goa Pawon sering dijadikan area wisata, terutama wisata olah raga etksrim seperti Panjat Tebing. (Dhita Seftiawan)

Sabtu, 05 Juni 2010

Kenal Sejarah Lewat Museum




Museum Geologi
Museum Geologi yang terletak di Jalan Diponegoro 57 (tidak jauh dari Gedung Sate), merupakan satu-satunya museum geologi di Indonesia. Museum tersebut memiliki sekitar 250.000 koleksi batuan dan mineral, sekitar 60.000 koleksi fosil dan lainnya, sehingga merupakan museum geologi terbesar di Asia Tenggara.
Di antara koleksinya terdapat fosil kura-kura purba raksasa (Geochelone atlas) yang ditemukan di Bumiayu Jateng, gajah purba berkepala trigonal (Stegodon trigonocephalus) yang ditemukan di Jatim, kerbau purba (Bubalus palaekerabau) dan kuda nil (Hippopotamus simplex) yang ditemukan di Jateng, dan replika fosil Tyranosaurus rex.

Tidak hanya fosil dan replika, tapi poster pengetahuan serta maket ada di museum ini. Museum Geologi dibagi dalam tiga ruang, yaitu ruang Sejarah Kehidupan, ruang Geologi untuk Kehidupan Manusia, dan ruang Geologi Indonesia.

Di ruang Sejarah Kehidupan diantaranya terdapat poster yang menunjukkan perkembangan kehidupan di bumi, replika hewan purba, tengkorak manusia purba, dan sebagainya. Di ruang Geologi untuk Kehidupan Manusia di antaranya terdapat contoh dan poster yang menunjukan manfaat batuan dan mineral bagi kehidupan manusia di setiap zaman. Sementara di ruang Geologi Indonesia di antaranya terdapat fosil batu dan mineral, maket gunung api di Indonesia, dan kelautan.

Museum Sri Baduga
Museum Negeri Provinsi Jawa Barat didirikan sejak tahun 1974, namun baru diresmikan pada 5 Juni 1980. Sejak 1 April 1990, di belakang nama museum tersebut ditambah “Sri Baduga”. Nama tersebut diambil dari nama salah seorang Raja Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 M.

Sebagai museum yang lebih menekankan nilai etnografi, dari sekitar 6.000 koleksinya berusaha menampilkan kehidupan masyarakat Jawa Barat dengan hasil budayanya. Antara lain meliputi aspek-aspek kehidupan manusia, seperti tempat tinggal, pakaian, sejarah, pangan dan sejarah kehidupannya, struktur sosial, bahasa, agama, teknologi, dan kesenian.

Satu dari koleksi pilihan museum tersebut adalah replica Makuta Binokasih Sanghyang Pake, di mana aslinya menjadi koleksi Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang.
Bandung bukan hanya terkenal sebagai tempat wisata kuliner juga fashion, namun Bandung juga menyimpan potensi wisata lainnya yang tak kalah menarik, salah satunya adalah Museum Sri Baduga yang terletak di Jl. BKR No. 185. Wisata Bandung menyajikan pengalaman beragam.

Di Museum ini kita bisa menyaksikan berbagai benda alam ( natural material ), benda budaya ( cultural material ), keseluruhannya ada sekitar 5.893 buah koleksi dari 10 jenis klasifikasi.

Museum Sri Baduga ini memiliki tiga lantai, di mana lantai pertama disimpan kekayaan alam meliputi flora dan fauna, berbagai jenis batuan dan bahan galian serta peta plestosen. Di lantai dua menampilkan profil masyarakat tradisional Sunda dan hasil budayanya, sementara di lantai tiga ditampilkan penataan suasana ruangan yang biasanya terdapat dalam satu rumah tradisonal Sunda seperti ruang tamu, ruang tidur, ruang makan dan dapur. Anda bisa mengunjungi misalnya dengan menggunakan paket wisata, walaupun sangat jarang.

Suasana di dalam museum akan mengajak kita untuk menjelajahi dan mengarungi budaya Sunda lama, sejak jaman kerajaan dulu hingga sekarang.
Kita bisa berkunjung baik dengan paket wisata Bandung atau tidak ke museum ini setiap hari dari Senin sampai Jumat mulai jam 08.00 s/d 15.00 dan Sabtu - Minggu dari jam 08.00 s/d 14.00 WIB. Fasilitas untuk umumpun cukup memadai, karena di museum ini disediakan tempat parkir yang cukup luas, mushalla, kantin, telepon umum hingga perpustakaan.

Jadi, selain terkenal dengan FO dan makanannya, Kota Bandung merupakan tempat wisata yang juga asik untuk dikunjungi sambil belajar dan mengenal kebudayaan Sunda. (winarni)


Curug Omas Maribaya


Jarak dari kota Bandung sekitar 21 km (15 menit perjalanan kendaraan roda empat) dari Lembang kearah timur. Rekreasi dengan pemandangan indah dan berudara sejuk ini, selain memiliki sumber air panas mengandung mineral, juga terdapat air terjun Ciomas setinggi 25 meter. Bagi yang senang berpetualang dari Maribaya da pat menerobos bukit bukit yang rimbun dengan pohon pinus dari kina, berjalan kaki ke Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda 5 km atau kedaerah Arcamanik.

Curug Omas terletak di lokasi wisata Maribaya, Lembang.  Objek wisata ini menawarkan pesona air terjun dan  keindahan alam di sekitarnya. Kesegaran udara langsung  terasa begitu kita memasuki area objek wisata, hal itulah yang  banyak dimanfaatkan oleh pengunjung untuk duduk-duduk  atau tidur-tiduran di atas tikar yang banyak disewakan di area  wisata. Tetapi bukan hanya suasana segar yang ditawarkan, Anda akan menjumpai air terjun setinggi 30 meter disana. Gemuruh air terjun terdengar dari area di sekitarnya, menggugah kita untuk mendekatinya. Di sana disediakan jembatan yang tepat berada di atas air terjun, sehingga memudahkan kita untuk menikmati pemandangan air terjun dari atas. Sejenak Anda dapat memanjakan telinga dengan menikmati suara gemuruh air terjun, memanjakan mata dengan melihat pelangi yang seringkali muncul.

Selain menampilkan pesona alam yang indah, bagi anda yang  suka hiking,anda bisa menikmati hal tersebut disini. Dari  okasi wisata ini, kita bisa sampai ke Taman Hutan Raya Ir H  Juanda dengan menempuh jarak kurang lebih 5 km. Dengan  jarak yang lumayan jauh, anda bisa mendapatkan kepuasan tersendiri bagi anda yang memang hobi dengan petualangan alam. (winarni)